2004-05-31 14:23:31
Bangun pagi di Mentawai merupakan sebuah pengalaman yang menakjubkan. Matahari pagi yang tersembunyi rimbunnya pepohonan berpadu ceria seiring irama rutinitas penduduk sekitar. Pagi hari mereka biasanya membelah batang sagu untuk memberi makan babi peliharaan yang sengaja diternak persis di depan rumah. Bagi suku Mentawai, babi merupakan hewan yang sangat berharga. Selain dapat dipakai sebagai komoditi jual beli, babi juga merupakan hewan yang dipersembahkan dalam upacara-upacara adat.
“Hari ini kami akan memasak sagu hasil panen kemaren,” celoteh si cantik Riyanni saat membuka jumpa kali ini. Suasana di dapur ternyata sudah meriah. Ibunda Kerei yang jenaka sibuk menyanyi dan menari sambil membungkus dan membakar sagu.
Setelah sibuk memasak dan menyantap sagu, Riyanni dan Irma menjelaskan lebih lanjut seputar kehidupan masyarakat Mentawai. Setiap suku atau keluarga di Mentawai mempunyai satu rumah besar atau uma yang terbagi atas dua ruangan, depan dan belakang. Yang unik adalah dindingnya yang penuh dilukisi gambar-gambar hewan yang berhasil diburu. Penduduk Mentawai sendiri sangat tergantung terhadap sumber daya hutan dalam mempertahankan hidup mereka.
Kerei Riza, sang kepala suku setempat ternyata memiliki tato di sekujur tubuhnya. Konon sebelum mengenal pakaian, tato dianggap sebagai pakaian oleh para penduduk. Tato itu sendiri biasa dirajahkan secara bertahap dalam serangkaian upacara Punen Patiti. Untuk menggambar tato, sebagai jarum digunakan duri yang diikatkan pada setangkai kayu. Sedangkan tintanya terbuat dari daun pisang serta arang tempurung kelapa yang dibakar dan dilarutkan dalam air tebu.
Tugas utama Kerei atau tabib ini adalah menyembuhkan penduduk yang sakit. Orang Mentawai percaya bahwa penyakit yang mengganggu manusia dibawa oleh roh jahat yang bergentayangan di rumah si penderita. Biasanya Kerei menyembuhkan pasiennya dengan membuat ramuan berbagai jenis tumbuhan dan menyanyikan beberapa mantera adat.
[d_a]
back ←
|